Home

Selasa, 10 Januari 2012

Cultural Shock (Gegar Budaya) dan Kaitannya dengan Isu Politik serta Media di Yogyakarta

Cultural Shock atau Gegar Budaya adalah hal-hal yang meliputi perasaan, field of experience, dan frame of reference yang dapat dirasakan oleh semua orang saat menerima budaya baru, sehingga seseorang mampu menciptakan persepsi yang berbeda dengan orang lain. Sebenarnya mempelajari hal atau budaya baru dapat menambah informasi dan pengalaman, akan tetapi apabila tiap individu tidak mampu menerima adanya perbedaan budaya yang telah lama tertanam dalam dirinya dengan budaya yang baru diterimanya, maka akan menimbulkan ketidaknyamanan pribadi individu itu sendiri.

            Sebagai contoh yang mengalami gegar budaya adalah seseorang yang sedang mengikuti pertukaran pelajar ke luar negeri. Sudah pasti dia akan mengalami beberapa tahap untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Mulai dari sikap dan tingkah laku yang berusaha untuk mempelajari dan mendapatkan informasi dari budaya baru, seperti mencoba bahasa baru, teknologi baru, cara berpakaian, dan lain-lain. Kemudian mulai membandingkan antara budaya asli dengan budaya baru sampai menyadari adanya beberapa pengaruh yang telah membentuk kepribadian dirinya. Dan pada saat dia kembali lagi ke Indonesia lalu mengingat kembali kebiasaan terdahulu yang tidak dilakukannya saat di luar negeri.
            Cultural Shock (Gegar Budaya) mempunyai kaitan dengan isu politik dan media di Yogyakarta. Seperti yang sedang dibicarakan oleh hampir seluruh lapisan masyrakat mulai dari presiden, para pejabat pemerintahan, tokoh politik, pakar budaya/sejarawan, media massa hingga masyarakat, bahwa keistimewaan Yogyakarta sedang dipermasalahkan terkait dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang secara garis besar membahas tentang sistem monarki yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Indonesia yang menganut sistem demokrasi.
            Penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY yang dilakukan secara langsung tanpa adanya pemiihan umum menjadi topik utama di semua media massa saat ini. Padahal menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang telah diamandemen sudah menjelaskan tentang posisi daerah istimewa. Menurut saya, isu seperti ini tidak perlu lagi dibicarakan karena cukup jelas tercatat dalam UUD 1945. Perlu diingat juga, bahwa penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY sudah berlangsung lama sesuai dengan sejarah dan semua ini tidak terlepas dari tradisi dan budaya Yogyakarta sejak dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I.
            Reaksi masyarakat Yogyakarta yang mendengar pemberitaan tentang status keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan kembali segera melakukan aksi siap referendum. Disamping itu berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta berdemo menuntut agar gubernur dan wakil gubernur tetap dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono X dan Pakualam IX yang terjadi secara turun temurun atau tanpa pemilihan umum. Situasi seperti ini membuktikan bahwa masyarakat Yogyakarta sangat mencintai kotanya serta Sultan Hamengkubuwono. Dari sini juga dharapkan agar pemerintah pusat untuk tidak memperpanjang kasus ini yang pada akhirnya juga akan ditetapkan.
Media massa baik media cetak, elektronik maupun online memberikan perhatian khusus terhadap isu politik di Yogyakarta, karena melibatkan pemerintah pusat yang kemudian menimbulkan pihak pro dan kontra. Media lokal pun tak pernah berhenti memberikan informasi, dari awal mula permasalahan ini muncul ke ranah publik, pihak-pihak yang terlibat didalamnnya, reaksi masyarakat Yogyakarta, berbagai rapat yang digelar untuk membahas kasus ini sampai perkembangan selanjutnya.
Peran media yang sangat berpengaruh dalam pembentukan opini publik diharapkan dapat membantu memaparkan kondisi dan situasi yang tengah berlangsung secara baik, sehingga tidak menimbulkan prasangka terus menerus dan akhirnya berdampak pada sistem politik di negara kita yang pada akhirnya dapat melibatkan pihak lain. Pemberitaan yang dihasilkan media mempunyai fungsi sebagai pengontrol sehingga dapat memberikan kritik atau masukkan terhadap sikap-sikap yang diambil oleh tokoh-tokoh politik dalam pemerintahan.
Semua juga sudah mengetahui bahwa tidak hanya satu atau dua kasus yang ada di Indonesia, entah dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya maupun hubungan internasional. Misalnya kasus korupsi, kemudian berlanjut ke masalah mafia hukum yang menyeret nama-nama pejabat pemerintahan, Bank Century yang belum ada kejelasannya hingga saat ini, adanya dugaan suap yang dilakukan oleh Gayus Tambunan sampai isu politik di Yogyakarta. Tidak dapat menutup kemungkinan bahwa isu-isu besar yang terdahulu kemudian tertutupi dengan kasus-kasus baru memnunculkan pemikiran yaitu adanya upaya pengalihan isu.
Kaitan cultural shock (gegar budaya) dengan isu politik serta media di yogyakarta adalah perbedaan pandangan tiap individu terhadap suatu budaya/tradisi yang ada di tiap tempat mulai dari pedalaman, kota, hingga satu negara dengan negara lainnya. Tiap orang pasti mempunyai latar belakang yang berbeda-beda termasuk pencitraanya terhadap suatu budaya, apalagi disaat dia mulai menerima budaya baru.
Bercermin dari isu politik di Yogyakarta, para tokoh yang ikut berpartisipasi dalam membahas kasus ini mempunyai pendapat masing-masing. Ada yang mendukung agar Yogyakarta tetap menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin oleh seorang Sultan karena mengingat sejarah panjang yang dimiliki oleh Yogyakarta dan tidak dimiilki oleh daerah lain. Di pihak lain ada yang menginginkan penetapan gubernur dan wakil gubernur Yogyakarta harus melalui pemilihan umum karena Indonesia menganut sistem demokrasi. Dari masyarakat Yogyakarta sendiri hanya menginginkan hidup damai dan tenang tanpa adanya isu-isu lagi, karena menurut mereka selama ini pemerintahan Sultan baik-baik saja.
Kesimpulan yang dapat diambil dari wacana diatas adalah cultural shock (gegar budaya) dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun tergantung tiap individu untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Tidak semua masyarakat di Indonesia mengetahui dan mengerti tentang sejarah Yogyakarta, jadi apapun yang terjadi selama masyarakat Yogyakarta itu sendiri merasa nyaman dan tidak mengganggu pihak lain biarlah ketetapan yang sudah berlangsung sejak dulu tetap dijadikan pedoman dalan menjalani kehidupan. Karena itu semua erat kaitannya dengan sejarah, budaya, dan tradisi yang dilahirkan secara turun-temurun sehingga sulit untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan yang sudah menyatu dan membentuk kepribadian masyarakat Yogyakarta. Media yang berperan sebagai penentu pendapat publik diharapkan untuk dapat memberikan informasi yang benar-benar sesuai dengan fakta agar tidak menimbulkan miss communication.

2 komentar:

  1. Good job...

    Blog yang menarik, rajin-rajin upload tulisan baru ya... minimal sebulan sekali harus ada tulisan baru.

    Ada beberapa masukan;

    1. Font sepertinya terlalu kecil, coba diganti dengan yang lebih tebal biar seimbang dengan backgroundnya yang agak gelap.

    2. Setiap tulisan lebih menarik kalau diberi ilustrasi, cari saja di google gambar yang sesuai, asal tetap dicantumkan sumbernya.

    3. Sepertinya perlu ditambah menu "tag", isinya kata kunci-kata kunci dari posting yang ada. Hal ini memudahkan user mencari sesuatu di blog ini.

    4. Beri link ke blog-blog lain yang relevan, atau ke website lembaga yang relevan.

    5. Profilenya dilengkapi dong biar pembaca bisa lebih tahu siapa di balik blog ini.

    6. Jika tulisan semakin banyak, akan lebih tertata kalau diberi "kategori tulisan".

    Good luck... selamat berkreasi...

    BalasHapus
  2. iy pak.. terimakasih banyak atas masukkannya.. sukses juga buat bapak.. :)

    BalasHapus